
Apa yang kalian pikirkan soal melibatkan perasaan dan emosi dalam pengambilan keputusan? Kita cenderung menganggap keputusan yang diambil dengan perasaan tidak selugas keputusan yang penuh analisis rasional. Dalam buku “No Hard Feelings” yang ditulis 2 bestie a.k.a Liz & Mollie kita bisa belajar untuk peka dengan sinyal yang dibawa oleh perasaan yang sedang kita rasa. Tentu saja tidak semua perasaan kita valid untuk didengarkan dalam pengambilan keputusan. Setidaknya setelah membaca Chapter 4, “Decision Making” dalam buku ini kita bisa mendapat gambaran soal perasaan mana yang relevan dengan posisi kita dalam mengambil keputusan tertentu, dan perasaan mana yang tidak relevan. Liz dan Mollie memecahnya sebagai “What to keep and what to toss”.
1) Relevant Emotions
Emosi relevan berkaitan langsung dengan pilihan yang sedang kita hadapi. Contoh ketika seseorang sedang dihadapkan dengan 2 pilihan, yaitu apakah dia akan terus bekerja untuk perusahaan yang sama dimana lingkungan tersebut sudah menjadi “comfort zone” baginya atau memilih perusahaan baru dengan posisi yang akan menggunakan skillnya dengan lebih banyak. Ketika dia memikirkan opsi bahwa pilihan kedua membuatnya merasa excited and challenging dalam waktu yang bersamaan, atau memikirkan bagaimana dia telah menjadi sort of an expert dalam apa yang dia kerjakan saat ini serta zona nyamannya sehingga membuatnya takut untuk keluar, ini adalah emosi relevan karena berkaitan langsung dengan apa yang dia hadapi.
4 Relevant Emotions yang ditulis dalam No Hard Feelings antara lain: (1) Anticipation; (2) Anxiety; (3) Regret; (4) Envy. Dalam bukunya Liz & Mollie memberi gambaran kepada kita perasaan mana yang termasuk anticipation, anxiety, regret, maupun envy. Perasaan-perasaan tersebut adalah sinyal yang membawa pesan yang ingin disampaikan pada kita sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Apa yang sebenarnya ingin dikatakan perasaan-perasaan tersebut pada kita?
a) Anticipation
Jika salah satu opsi membuat kita merasa energized dan excited ini adalah tanda atau sinyal bahwa kita harus mempertimbangkannya lagi dengan lebih dalam. Kita harus mulai membuat antisipasi dan melacak apakah itu indikator yang baik atau tidak. Psikolog Daniel Kahneman, merekomendasikan “journaling” dalam pengambilan keputusan. Kita dapat menuliskan apa yang kita harapkan untuk terjadi dan mencari tahu kenapa hal itu membuat kita bersemangat. Ini akan membantu kita untuk mengevaluasi apakah antisipasi kita akurat atau tidak, dan tentunya memberi kita umpan balik mengenai bagaimana menangani emosi saat membuat keputusan di masa depan.
b) Anxiety
Liz & Mollie mengatakan kecemasan pun membawa kabar bagus, karena kita cenderung lebih cemas soal keputusan dimana 2 2 nya adalah pilihan yang baik, sehingga kita sangat sulit untuk memilih. Dunia psikologi menyebutnya sebagai win-win paradox. Aku pernah dalam situasi ini, aku dihadapkan dengan 2 pilihan yaitu tetap bekerja di lingkungan yang telah kukuasai, rekan kerja yang bisa disebut sebagai keluarga, dan segala kenyamanannya dengan living cost murah di daerah yang jauh dari kota besar tetapi tidak memiliki career path karena stuck atau memilih untuk bekerja di lingkungan baru dengan gaji yang lebih tinggi (meskipun tidak beda jauh) dan memiliki career path tetapi di kota besar dengan living cost yang pastinya lebih tinggi dan tidak sebanding dengan perbedaan salary di perusahaan lama.Justin Milano dalam Liz & Mollie (2019) menyebutkan “Anxiety is the fear of more fear. It is rooted in the need to control the things around us to keep our reality known and safe”. Jadi apa yang perlu kita lakukan ketika menghadapi anxiety adalah mencari tahu apa yang sebenarnya ingin kita kontrol. Apa sih ekspektasi kita untuk masa depan, dan hasil seperti apa yang kita attached to? Apakah punya karir yang bagus? Atau apakah bekerja dalam zona nyaman selamanya? Apakah kita terikat dengan salary? Setelah mengetahui akar dari kecemasan kita, kita akan lebih mudah untuk memilih pilihan mana yang akan menjawab kecemasan kita.
c) Regret
Perasaan ini mengatakan kepada kita untuk memilih opsi yang akan meminimalisir penyesalan di masa depan. Ketika menghadapi opsi yang berbeda coba tuliskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi untuk setiap opsi di masa depan. Aku memakai ini ketika memutuskan untuk berpisah dengan my previous boyfriend. Saat itu aku bingung, aku sudah 4 tahun bersama dia, tapi pada saat itu banyak hal yang membuatku merasa dirugikan, jadi aku berpikir apakah aku masih mau untuk bersama orang ini 10 tahun ke depan, apa yang akan kusia-siakan jika menunda perpisahan, dan setelah itu aku memutuskannya tanpa penyesalan.d) EnvyApa yang ingin disampaikan oleh perasaan envy kepada kita adalah: Ketika kita iri dengan seseorang kita belajar bahwa dia memiliki sesuatu yang kita harap kita memilikinya. Envy reveals our values. Akui perasaan itu dan bisa jadi itu adalah tanda bahwa kita harus melakukan improvisasi atau membuat perubahan untuk mencapai sesuatu yang kita harapkan.
2) Irrelevant Emotions
Emosi ini tidak berkaitan langsung dengan pilihan yang kita hadapi. Tetapi dia seringkali mempengaruhi keputusan seseorang. Contohnya adalah ketika seseorang sedang mendapat suatu jackpot misal, dan dia terlihat bahagia sepanjang hari. Dia menghadiri suatu meeting dengan rekan kerjanya, setiap ide yang diajukan oleh rekannya akan terlihat baik pada point of view nya, karena dia sedang bahagia. Atau ketika seseorang memiliki masalah di rumahnya, dan emosi tersebut masih terbawa hingga kantor, ini adalah emosi tidak relevan.
Liz & Mollie menyebutkan 4 irrelevant emotions: (1) Excitement; (2) Sadness; (3) Anger; (4) Stress. Dalam bukunya mereka menggambarkan bagaimana perasaan-perasaan itu berdampak pada pengambilan keputusan kita serta rekomendasi mengenai apa yang bisa kita lakukan sebagai counter untuk perasaan-perasaan tersebut.
a) Excitement
Bagaimana perasaan ini mempengaruhi kita: Orang yang sedang bergembira dan bersemangat menjadi terlalu optimis dan impulsif. Mereka cenderung kurang berpikir dalam, rentan terhadap bias, dan lebih mengingat informasi yang cocok dengan perasaan mereka yang sedang ceria. Contoh ketika kita sedang senang dan ini adalah waktunya mengevaluasi pekerjaan rekan kerja, kita cenderung lebih banyak mengingat memori yang indah.
Penangkalan: Tenangkan tubuh kita, bernapas dalam melalui hidung (tidak lewat mulut), atau mengambil waktu untuk lari/berjalan cepat.
b) Sadness
Bagaimana kesedihan mempengaruhi kita: Ketika dalam perasaan sedih kita cenderung overestimate atau melebih-lebihkan kemungkinan buruk. Kita menetapkan ekspektasi yang lebih rendah dan memilih opsi yang dapat memberi sesuatu pada saat ini dan bukan untuk masa depan. Kesedihan membuat kita merenung dan terjebak dalam lingkaran tanpa akhir.
Penangkalan: Bersyukur. Mungkin kita tidak bisa mengatur kesedihan kita dengan begitu saja, tapi kita bisa membuat 3 daftar yang kita syukuri. Bahkan kita bisa bersyukur untuk hal-hal yang kadang tidak kita sadari.
c) Anger
Bagaimana kemarahan mempengaruhi kita: Dalam kemarahan kita cenderung memilih pukulan terpanjang daripada taruhan teraman, lebih mengandalkan stereotip, dan kurang mampu menerima nasihat.
Penangkalan: Slow down and take a deep breathe untuk mencegah kita membuat keputusan yang terburu-buru. Jangan mengambil keputusan sebelum tenang. Dan jangan cepat menolak nasihat.
d) Stress
Bagaimana stress mempengaruhi kita: Liz dan Mollie menyebutkan bahwa dalam keadaan stress laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang berbeda dalam mengambil keputusan. Laki-laki cenderung memilih pilihan yang beresiko, sementara perempuan cenderung memilih opsi low-risk.
Penangkalan: No Sudden movements ! . Therese Huston seorang Psikolog menulis bahwa kita biasanya lebih cepat berpikir “setidaknya aku melakukan sesuatu” dari pada “Apa yang harus aku lakukan”. Intinya, apa yang perlu dilakukan adalah tidak terburu-buru memilih.
Setelah membaca chapter ini aku sadar masih banyak keputusan terburu-buru yang selama ini sudah kuambil, sejujurnya terdapat perasaan menyesal (meskipun sedikit). Tapi setidaknya dengan terus belajar kita dapat menghadapi situasi di masa depan dengan lebih bijaksana.

Dengan peka terhadap sinyal-sinyal yang dibawa perasaan kita, kita bisa mengenali apakah perasaan tersebut merupakan relevant emotions (what to keep) atau irrelevant emotions (what to toss). Perlu kita sadari juga “mendengarkan perasaan” berbeda dengan “melakukan sesuatu berdasarkan perasaan” . Simpan emosi yang relevan dan temukan counter untuk setiap emosi tidak relevan.
~Emotion is part of the equation
waw, setelah membaca ini~~, saya menjadi peka mengambil keputusan dengan emotional filing, wawwww~~~~
Terimakasih saran bukunya 🙏
jadi klo kita menghadapi persoalan seperti contoh diatas harus gimana,Kak?
🙊 kasus yg mana dulu ini wkwkw banyak, di breakdown aja opsi2nya, feeling yg dirasakan juga terus ditandai mana yang relevan dan tidak relevan, yg relevan bisa untuk pertimbangan, yg tidak dicari counternya , ehe
Waaah seru juga chapter inii, sangat bisa di buat referensi untuk menentukan keputusan berdasarkan sinyal-sinyal yang muncul. Sukaa bangeet ✨