ketika berhadapan dengan isu yang besar, menurutmu diam itu stoa atau kelalaian moral ? diam juga bukan netral.
beberapa hari ini aku sering meminta chat gpt untuk memberikanku pertanyaan terkait moral untuk membuka diskusiku dengannya, wkwk iya .. aku berdiskusi dengannya. Dia bisa menjadikan percakapan yang memancing penalaranku. mind blowing lol.
percakapanku dengannya bermuara pada konsep epistemic responsibility. tanggung jawab seseorang tidak hanya terletak pada tindakannya, tetapi juga pada sejauh mana ia berusaha untuk mengetahui , memahami, dan tidak menutup diri untuk menghindar, maka ketidaktahuannya bukan lagi sesuatu yang tak berdosa. itu adalah bentuk kelalaian yang sadar. pengabaian yang disengaja.
kenapa sih tiba-tiba aku membahas ini dengan chat gpt 4.0? hmm karena ya.. belakangan aku lagi baca bukunya Jonathan Haidt, “The Righteous Mind”. . ini mulai mengerat bagain bebal dari lobus frontalisku. setidaknya aku jadi memahami kenapa ada pendukung2 paslon yang ngeyel banget… meski berbeda2 dan tampak saling menyerang, sebenarnya mereka sama… hanya ingin masyarakat yang lebih baik (termasuk untuk mereka yang berbeda pandangan) . dan adanya bias konfirmasi menyebabkan semua pendukung paslon yang berbeda-beda itu merasa paling benar, sudah mencari informasi dengan baik (menurut mereka) dan kritis (menurut mereka lagi ya). kita sekarang dihadapkan pada ilusi kedekatan dengan pengetahuan. dengan satu ketukan jari, kita bisa mengakses berbagai informasi. tapi seringkali algoritma mengarahkan kita kepada kecenderungan kita.. dengan berbagai latar belakang yang berbeda kita jadi punya pov yang beda-beda soal “mana yang layak kita pilih” . Itu terjadi kepadaku juga haha.. LOL. dengan sombong , berdasarkan tendensi informasi yang sudah kukumpulkan aku bilang “kalo balik ke pilpres, aku gak akan berubah pilihan” . aku mencari informasi tentang paslon selain pilihanku, dan yaaa aku mencarinya dengan “template” kecenderungan hati yang sudah mengarah ke 1 pilihan. ini kalo pake ilustrasi kaya di bukunya Haidt.. si Gajah sedang berjalan, penunggang belum mengarahkan apa2. atau penunggang pasrah aja ama jalannya si Gajah. disini aku gak akan bilang kalo pilihanku berubah, aku hanya sedang mengakui kesalahan berpikir pada saat itu. toh udah lewat… uncontrol variable, fokus kontri aja pada apa yang masih bisa dilakukan… mendukung.. ehmm partisipasi aktif .. tapi partisipasi aktifku sekarang lebih ke “belajar” aja sih -,- . biar ga semakin sesat. lagian aku udah punya NIP -,- aku netral yeee… anti politik, cuma yaa berusaha untuk belajar lagi. aku juga gak akan hapus pendapat2 ku di masa lalu wkwkw… yaaa itu bagian dari diriku juga. dan blog ini akan jadi tempatku mereview berbagai perubahan pov ku LOL.
tapi aku spill dikit, tendensiku tu gara2 “kota hijau yang pintar” , :” mungkin karena konsep kota ini adalah kota ideal menurutku, aku mau itu selesai, aku jadi tidak peduli pada proses lainnya (contoh: yg terjadi di MK hehe) . dan menormalkan semuanya karena bias tadi, benar2 kelalaian yang sadar -,- . halaman ini juga permintaan maaf untuk teman kritisku “wahyu sriretno” <3 , pleasse forgive kebebalan yg kemaren ya… ini mau bilang dari bulan maret sebenernya tapi kok baru sekarang T.T . lol bgt.
hmmm sekarang aku belajar untuk tidak memaksakan diri tahu segalanya, tapi juga gak sembarangan melepas tanggung jawab untuk memilah informasi. tanggung jawab epistemik bukan tentang menjadi ahli dalam segala hal. tetapi membiarkan diri terusik oleh hal2 yang pantas mengguncang nurani untuk peduli. kita gak bisa sih mengubah dunia secara radikal… tapi masih bisa menjaga agar tidak kehilangan sensitivitas terhadap dunia yang terus berubah. dan tidak membiarkan algoritma menggantikan nurani.
terakhir… di tengah derasnya arus, kadang kesadaran yang jujur dan kemauan untuk terus bertanya sudah merupakan bentuk keberanian tersendiri. bergerak ke depan.